- Back to Home »
- Belajar Islam »
- Merah Putih
Posted by : Unknown
29 Mei 2014
Tanya : Apakah boleh berdiri untuk lagu kebangsaan dan hormat kepada bendera
?
Jawab : Tidak boleh bagi seorang muslim berdiri untuk memberi hormat kepada
bendera dan lagu kebangsaan. Ini termasuk perbuatan bid’ah yang harus diingkari
dan tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa
sallam ataupun masa Al-Khulafaaur-Raasyiduun radliyallaahu
’anhum. Ia juga bertentangan dengan tauhid yang wajib sempurna dan
keikhlasan di dalam mengagungkan hanya kepada Allah semata serta merupakan
sarana menuju kesyirikan. Di samping itu, ia merupakan bentuk penyerupaan
terhadap orang-orang kafir, mentaqlidi tradisi mereka yang jelek, serta
menyamai mereka dalam sikap berlebih-lebihan terhadap para pemimpin dan
protokoler-protokoler resmi. Padahal, Nabi shallallaahu ’alaihi wa
sallam telah melarang kita berlaku sama seperti mereka atau menyerupai
mereka. [1] Wabillaahit-taufiq,
washallallaahu ’alaih Nabiyyinaa Muhammad wa Aalihi wa shahbihi wa sallam.
[Jawaban
diambiil dari Fataawa Al-Lajnah Ad-Daaimah lil-Buhuts wal-Ifta’ hal. 149 melalui
kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah fil-Masaailil-’Ashriyyah min Fatawa
’Ulama Al-Baladil-Haramoleh Khalid Al-Juraisy – repro dari sumber yang
telah bertebaran].
Catatan:
Mereka yang
menjawab adalah para ulama besar resmi yang ditunjuk oleh kerajaan Saudi
Arabia. Jawaban dan fatwa ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan
’nasionalisme’ dan semisalnya sebagaimana dikatakan sebagian kalangan.
Ada yang
mengatakan bahwa fatwa ini adalah fatwa sesat yang tidak punya sandaran.
Berhati-hatilah wahai saudaraku, pelan-pelanlah dalam berbicara, renungkanlah
sejenak apa yang hendak saya sampaikan.
Allah ta’ala berfirman
tentang manusia :
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ
فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ
عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا
”Dan
sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan
dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan” [QS. Al-Israa’ : 70].
لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ
تَقْوِيمٍ
”Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” [QS. At-Tiin : 4].
Melalui dua
ayat ini Allah ta’ala ingin menjelaskan pada kita bahwa kita,
manusia, adalah makhluk Allah yang kedudukan yang sangat mulia. Ia lebih mulia
daripada dunia dan seisinya. Terlebih lagi mereka yang beriman kepada
Allah ta’ala.
Satu hari
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam pernah memandang
Ka’bah, kiblat kaum muslimin, dengan rasa takjub. Lalu beliau shallallaahu
’alaihi wa sallam bersabda :
مَرْحَبًا بِكِ مِنْ بَيْتٍ مَا أَعْظَمَكِ،
وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ، وَلَلْمُؤْمِنُ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ حُرْمَةً مِنْكِ
”Selamat datang
wahai Ka’bah, betapa agungnya engkau dan betapa agung kehormatanmu. Akan tetapi
orang mukmin lebih agung di sisi Allah daripadamu”[Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan, no. 4014;
shahih].
Bahkan
beliau shallallaahu ’alaihi wa sallam bersabda :
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ
اللَّهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ "
”Lenyapnya/hancurnya
dunia lebih rendah kedudukannya di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang
muslim” [Diriwayatkan oleh
An-Nasaa’iy no. 3987; shahih].
Artinya, dunia,
betapapun hebat dan tergantungnya manusia kepadanya, tidak akan mampu
mengalahkan kemuliaan seorang yang beriman di mata Allah ta’ala,
Rabb yang menciptakan kita. Dan di antara manusia ciptaan Allah tersebut,
adalah Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam yang menduduki
puncak martabat kemuliaan. Beliau shallallaahu ’alaihi wa sallambersabda
:
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ،
وَأَوَّلُ مَنْ يَنْشَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ، وَأَوَّلُ شَافِعٍ، وَأَوَّلُ
مُشَفَّعٍ
”Aku
adalah pemimpin anak Adam pada hari kiamat kelak. Aku adalah orang
yang muncul (dibangkitkan) lebih dahulu dari kuburan, paling dahulu memberi
syafa'at, paling dahulu dibenarkan memberi syafa'at” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2278].
Akan tetapi,
dengan segala kemuliaan beliau di mata kita, beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam tidak pernah ridlaa jika ada shahabatnya berdiri
menghormati beliau. Beliaushallallaahu ’alaihi wa sallam memberikan
peringatan :
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَمْثُلَ لَهُ الرِّجَالُ
قِيَامًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
”Barangsiapa
yang suka dihormati manusia dengan cara berdiri, hendaklah ia persiapkan tempat
duduknya di neraka” [Diriwayatkan
oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adab no. 977,
Abu Dawud no. 5226; dan lain-lain – shahih].
Anas bin Malik
pun melaporkan bagaimana keadaan para shahabat berkaitan dengannya:
لَمْ يَكُنْ شَخْصٌ أَحَبَّ إِلَيْهِمْ
مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: وَكَانُوا إِذَا رَأَوْهُ لَمْ
يَقُومُوا لِمَا يَعْلَمُونَ مِنْ كَرَاهِيَتِهِ لِذَلِكَ
”Tidak ada
seorangpun yang lebih dicintai oleh para shahabat daripada Rasulullah
shallallaahu ’alaihi wasallam. Akan tetapi, bila mereka melihat Rasulullah
shallallaahu ’alaihi wasallam (hadir), mereka tidak berdiri untuk beliau, sebab
mereka mengetahui bahwa beliau membenci hal tersebut”[Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2754; shahih].
Dengan melihat
contoh dari beliau shallallaahu ’alaihi wa sallam di atas –
dan beliau adalah sebaik-baik contoh – apakah boleh kita meng-iya-kan
seandainya ada orang yang menyuruh kita menghormati orang lain dengan berdiri,
betapapun tinggi pangkat dan kedudukannya di mata manusia ? – sementara para
shahabat saja tidak pernah melakukannya kepada pemimpin Bani Adam ?. Atau
dengan bahasa lain : Bolehkah kita menolak permintaan tersebut wahai saudaraku
?.
Seandainya
jawabanmu seperti jawabanku,...... lantas bagaimana keadaannya jika hal itu
diberikan kepada benda mati ?.
Saudaraku,....
sungguh hati ini sangat ingin seandainya engkau bersama kami dalam alasan ini.
Namun seandainya engkau tidak bersama kami,... kami mohon, dengan menyebut nama
Allah ta’ala yang telah menciptakan kita, minimal engkau dapat
memahami dan tidak memaksakan sesuatu yang tidak kami maui karena Allah ta’ala.
Kami enggan
bukan karena kami ingin menjadi pahlawan. Kami enggan bukan karena kami ingin
menjadi pemberontak. Kami enggan bukan karena kami tidak cinta. Kami enggan
bukan pula karena kami tidak hormat. Namun kami enggan karena syari’at agama
yang sangat kami cintai melarangnya.
Semoga sedikit
yang dituliskan ini dapat menjadi bahan perenungan kita bersama. Mohon
dimaafkan apabila tidak sopan bertutur kata.
ومن تشبه بقوم فهو منهم
”Dan
barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongannya”[Diriwayatkan oleh Ahmad 2/50 no. 5114, Al-Hakim 1/375, dan lainnya;
shahih)
Sumber: abul-jauzaa.blogspot.com